Nama : Muhammad Rizky Gaus
NPM : 24211964
Kelas : 4EB21
Mata Kuliah : Akuntansi Internasional (Softskill)
Artikel Pembahasan
TERHITUNG sejak 1
Januari 2010, Indonesia mau tidak mau harus membuka pasar dalam negeri secara
bebas kepada negara-negara ASEAN dan China. Pembukaan pasar bebas ini merupakan
wujud konkret implementasi perjanjian perdagangan bebas antara enam negara
anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Brunei
Darussalam) dengan China, yang kemudian familiar dengan sebutan ASEAN-CHINA
Free Trade Agreement (ACFTA). Perjanjian ini sebenarnya telah dirumuskan pada
tahun 2002. Pertanyaannya, apakah perjanjian pasar bebas ini akan membawa
berkah berupa kesejahteraan bagi Indonesia atau musibah berupa tersingkirnya
Indonesia di tengah persaingan ganas perdagangan bebas? Pertanyaan ini penting
dijawab secara ilmiah dan utuh mengingat pro kontra seputar ACFTA yang tak
kunjung usai.
Harus diakui
setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selalu bermata dua; manfaat dan
mudharat. Realitas ini seolah menjadi hukum tuhan yang mesti disikapi secara
arif dan bijaksana. Begitupun demikian dengan kebijakan perdagangan bebas ini.
Bagi kalangan yang pro mengatakan bahwa ACFTA menjadi intrumen yang paling
efektif bagi Indonesia untuk memasarkan produk-produk unggulan dalam negeri
tanpa adanya hambatan yang berarti. Singkatnya, ACFTA tidak harus dimaknai
sebagai ancaman serbuan produk China ke Indonesia, akan tetapi bisa menjadi
peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke negara-negara ASEAN dan
China sekaligus. Namun Ketertarikan ASEAN mengikutsertakan China menjadi
partner dagang dalam ACFTA karena China memiliki potensi pasar yang bagus.
Seperti yang kita ketahui China merupakan negara berkembang di Asia yang
perkembangan ekonominya cukup pesat dan mampu mempertahankan pertumbuhan yang
tinggi dibanding negara-negara lainnya, sehingga posisi Cina saat ini cukup
penting dalam perekonomian global. China yang memiliki penduduk yang begitu
besar yaitu 1,4 miliar yang merupakan pasar yang cukup besar dan potensial
sehingga akan saling menguntungkan apabila dapat dijalin kerjasama diberbagai
sektor ekonomi, karena disamping memiliki kemampuan investasi yang tinggi, Cina
juga membutuhkan bahan baku dan barang modal untuk menggerakkan sektor
industrinya. Dengan diberlakukannya pasar bebas tersebut, akan membuat
produk-produk impor dari ASEAN dan China menjadi lebih mudah masuk ke pasar
domestik. Selain itu harga produk tersebut juga menjadi lebih murah, disebabkan
adanya pengurangan atau penghapusan tarif bea masuk.
Bagi Negara
Republik Indonesia, perdagangan bebas ASEAN dengan China ini memberikan dampak
positif dan negatif terhadap perekonomian. Dampak Positifnya adalah terbukanya
peluang Indonesia untuk meningkatkan perekonomiannya melalui pemanfaatan
peluang pasar yang ada, dimana produk-produk dari Indonesia dapat dipasarkan
secara lebih luas ke negara-negara ASEAN dan China. China yang memiliki wilayah
yang luas, jumlah penduduk yang banyak, serta pertumbuhan ekonomi yang pesat
menjadi pasar yang potensial untuk mengekspor produk-produk unggulan dari
Indonesia ke negara tersebut. Dengan mengalirnya produk-produk Indonesia ke
negara luar, maka kegiatan industri di Indonesia menjadi meningkat, sehingga
dapat meningkatkan pendapatan negara Indonesia. Sebaliknya Dampak Negatif
adalah perekonomian China yang begitu kuat terfokus pada ekspor menjadi
tantangan bagi Indonesia. Ditambah lagi Pemerintah China yang mendukung penuh
perdagangan masyarakatnya telah mampu untuk menghasilkan produk yang
berkualitas, produk yang bervariasi, teknologi yang maju serta harga yang
relatif murah.
Dalam perdagangan
bebas antara Indonesia dengan China ini, masyarakat memandang ACFTA sebagai
ancaman, karena berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan dalam negeri.
Perusahaan yang diperkirakan akan mengalami kebangkrutan tersebut adalah
tekstil, mainan anak-anak, furniture, keramik dan elektronik. Bangkrutnya
perusahan tersebut disebabkan karena ketidaksiapan para pelaku bisnis
Indonesia, terutama bisnis menengah dan kecil dalam bersaing. Pemikiran
tersebut didasarkan pada kondisi yang terjadi saat ini, dimana berbagai produk
dari China telah membanjiri pasar Indonesia. Produk dari China yang masuk ke
Indonesia sangat bervariasi dan memiliki harga yang relatif murah. Sebagai
contoh, batik yang merupakan simbol budaya Indonesia telah dibuat pula oleh
Cina. Dimana batik made in China tersebut telah tersebar di pasar-pasar
tradisional atau pusat perbelanjaan grosir. Batik ini laku di pasaran karena
harganya yang begitu murah dibandingkan batik asli Indonesia dan juga batik ini
hampir mirip dengan batik buatan Indonesia. Begitu pula yang terjadi pada
produsen meubel Indonesia yang harus bersaing ketat dengan produk meubel dari
China. Dimana meubel China berbentuk minimalis yang begitu diminati oleh
masyarakat domestik. Ditambah lagi belum ada SNI (Standar Nasional Indonesia)
bagi meubel Indonesia sehingga meubel dari China tersebut dapat tersebar bebas
di Indonesia dan lebih laku.
Berbagai
permasalahan yang terjadi dengan masuknya produk dari China ke Indonesia
menggambarkan pengaruh negatif dari ACFTA terhadap industri dan juga
kesehatan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu masyarakat dan para
pengusaha industri tidak setuju atas pelaksanaan ACFTA karena merugikan mereka.
Sementara itu pemerintah Republik Indonesia sampai saat ini masih tetap
menjalankan ACFTA, karena dianggap akan dapat meningkatkan daya saing Indonesia
terhadap barang-barang dari China tersebut.
Kesimpulan
Jika indonesia tidak meningkatkan perindustriannya dalam segala bidang,
indonesia akan semakin terpuruk dalam menghadapi produk dari cina. Produk-produk
dalam negeri semakin tertinggal dari produk cina, karena produk cina lebih
murah dibandingkan dengan produk dalam negeri sehingga dalam pasar produk cina
lebih diminati masyarakat dibanding produk dalam negeri. Untuk itu pemerintah
harus membuat suatu kebijakan yang tepat dalam memajukan produk dalam negeri,
pemerintah harus membantu perusahaan-perusahaan industri dari yang level rendah
samapai level tinggi, baik itu industri rumahan sampai dengan perusahaan
industri yang besar. Pemerintah harus membantu dalam soal modal industri,
persaingan produk di pasar dan daya beli masyarakat terhadap produk dalam
negri. Dalam soal modal industri, pemerintah indonesia harus memberikan
pinjaman kepada pengusaha kecil yang ingin merintis usahanya agar dapat membuat
produk dalam negeri yang berkualitas, sedangkan dalam persaingan produk di
pasar, pemerintah harus meringankan beban pajak terhadap perusahaan industri
yang produk nya akan masuk pasar agar harga dari produk yang akan dipasarkan
lebih terjangkau sehingga dapat bersaing dengan produk cina dan pemerintah
harus memberikan ruang dengan mengadakan pameran produk produk dalam negeri dan
yang terakhir pemerintah harus
Sumber
Sumber
http://farrelfebrinal.blogspot.com/2013/03/persaingan-perdagangan-bebas-antara.html