BAB 12 PERLINDUNGAN KONSUMEN
1. Pengertian Konsumen
Menurut
pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.”
Konsumen hendaknya jangan diposisikan sebagai korban produk
dan pelayanan. Di dalam kekurangan produk yang dibeli dan pelayanan yang
diterima, konsumen memiliki hak menolak dan menggugat, serta mendapatkan
kompensasi.
Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional Prof. Dr.
Edy Suandi Hamid, M.Ec menyatakan sejauh ini konsumen cenderung diam atas
kekurangan produk yang dibeli atau pelayanan yang merugikannya, karena jaminan
atas hak-hak konsumen belum berpihak kepada konsumen.
2. Azas dan Tujuan
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan:
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha;
meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.
Asas-asas dalam perlindungan konsumen yaitu :
Asas Manfaat.
Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha.
Asas Keadilan.
Agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
Asas Keseimbangan.
Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,
pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil atau pun spiritual.
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen.
Untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa
yang digunakan.
Asas Kepastian Hukum.
Agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
3. Hak dan Kewajiban Konsumen
Sudikno
Martokusumo dalam bukunya Mengenai Hukum: Suatu Pengantar menyatakan bahwa dalam
pengertian hukum, hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum.
Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi.
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah:
hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan /
atau jasa yang digunakan;
hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah:
membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
Tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali konsumen tidak memperoleh manfaat yang
maksimal, atau bahkan dirugikan dari mengkonsumsi suatu barang/jasa. Namun
setelah diselidiki, kerugian tersebut terjadi karena konsumen tidak mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh pelaku
usaha.
beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa; Tak jarang pula konsumen tidak beritikad baik dalam bertransaksi
atau mengkonsumsi barang. Hal ini tentu saja akan merugikan khalayak umum, dan
secara tidak langsung si konsumen telah merampas hak-hak orang lain.
membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
Ketentuan ini sudah jelas, ada uang, ada barang.
mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, patut diartikan
sebagai tidak berat sebelah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Hak dan kewajiban Pelaku Usaha
Pelaku Usaha
merupakan setiap orang perseorangan atau badan hukum yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah:
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa
yang diperdagangkan;
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah:
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku;
memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi
atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
5. Kalusula Baku dalam Perjanjian
Apabila pelaku usaha melanggar ketentuan mengenai
pencantuman klausul baku, maka sebagai konsekuensi atas pelanggaran tersebut,
berdasarkan Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen klausul baku, apa saja
yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha, pada dokumen atau perjanjian kedua
pihak itu, yang memuat ketetntuan yang dilarang dalam pasal 18 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, dinyatakan batal demi hokum. Hal ini tentunya akan
mengakibatkan klausul baku tersebut, dianggap tidak pernah ada dan tidak
mengikat para pihak, yaitu pelaku usaha dan konsumen, dalam melaksanakan
transaksi perdagangan barang dan atau jasa tersebut. Hal konsumen antara lain
adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan atau jasa.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku
pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak
atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti.
Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha
pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum.
Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan
dengan Undang-undang ini.
6. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam UU
tentang perlindungan kosumen diatur khusus dalam satu bab, yaitu bab VI, mulai
dari pasal 19 samapai dengan pasal 28, dari sepuluh pasal tersebut dapat
dipilah sebagai berikut: 1. Tujuh pasal yaitu 19, 20, 21, 24, 25, 26, dan 29
yang mengatur tentang tangung jawab pelaku usaha. 2. Dua pasal, yaitu pasal 22
dan 28 yang mengatur masalah pembuktian. 3. Satu pasal yang mengatur mengenai
penyelesaian sengketa dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya untuk
memberikan ganti rugi kepada konsumen yaitu terdapat dalam pasal 23. Pada
dasarnya tanggung jawab pelaku usaha menurut UU No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen, terbagi atas: 1. Tanggung jawab produk (product
liability) Menurut Agnes M. Toar tanggung jawab produk diartikan sebagai:
“tanggung jawab para produsen prduk yang dibawanya kedalam peredaran yang
menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk
tersebut, (produk ini diartikan sebagai barang baik barang bergerak maupun
tidak bergerak)”.
Tanggung jawab produk ini bersifat kontraktual (perjanjian)
atau berdsarkan Undang –undang (gugatannya atau berdasarkan Undang –undang (gugatannya
atas dasar perbuatan melawan hukum. 2. Tanggung jawab professional Jika
tanggung jawab produk berkaitan dengan dengan produk barang, maka tanggung
jawab professional adalah tanggung jawab hukum dalam hubungan jasa professional
yang diberikan kepada klien. Sama seperti tanggung jawab produk, sumber
persoalan dalam tanggung jawab professional ini dapat timbul karena mereka
(para penyedia jasa professional) tidak memeuhi perjanjian yang mereka sepakati
dengan klien mereka atau akibat kelalaian penyedia jasa tersebut mengakibatkan
terjadinya perbuatan melawan hukum.
7. Sanksi
Bagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 60
Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat 2 dan
ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.
Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling
banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha
dan/atau pengurusnya.
Pasal 62
Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 1 ayat 1
huruf a, huruf b, huruf c, huruf c, ayat 2, dan Pasal 18 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pelaku usaha yang, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17
ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta
rupiah).
Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62,
dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
perampasan barang tertentu;
pengumuman keputusan hakim;
pembayaran ganti rugi;
perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian konsumen;
kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
pencabutan izin usaha.
SUMBER :
BAB 12 PERLINDUNGAN KONSUMEN
1. Pengertian Konsumen
Menurut
pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.”
Konsumen hendaknya jangan diposisikan sebagai korban produk
dan pelayanan. Di dalam kekurangan produk yang dibeli dan pelayanan yang
diterima, konsumen memiliki hak menolak dan menggugat, serta mendapatkan
kompensasi.
Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional Prof. Dr.
Edy Suandi Hamid, M.Ec menyatakan sejauh ini konsumen cenderung diam atas
kekurangan produk yang dibeli atau pelayanan yang merugikannya, karena jaminan
atas hak-hak konsumen belum berpihak kepada konsumen.
2. Azas dan Tujuan
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan:
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha;
meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.
Asas-asas dalam perlindungan konsumen yaitu :
Asas Manfaat.
Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha.
Asas Keadilan.
Agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
Asas Keseimbangan.
Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,
pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil atau pun spiritual.
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen.
Untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa
yang digunakan.
Asas Kepastian Hukum.
Agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
3. Hak dan Kewajiban Konsumen
Sudikno
Martokusumo dalam bukunya Mengenai Hukum: Suatu Pengantar menyatakan bahwa dalam
pengertian hukum, hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum.
Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi.
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah:
hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan /
atau jasa yang digunakan;
hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah:
membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
Tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali konsumen tidak memperoleh manfaat yang
maksimal, atau bahkan dirugikan dari mengkonsumsi suatu barang/jasa. Namun
setelah diselidiki, kerugian tersebut terjadi karena konsumen tidak mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh pelaku
usaha.
beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa; Tak jarang pula konsumen tidak beritikad baik dalam bertransaksi
atau mengkonsumsi barang. Hal ini tentu saja akan merugikan khalayak umum, dan
secara tidak langsung si konsumen telah merampas hak-hak orang lain.
membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
Ketentuan ini sudah jelas, ada uang, ada barang.
mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, patut diartikan
sebagai tidak berat sebelah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Hak dan kewajiban Pelaku Usaha
Pelaku Usaha
merupakan setiap orang perseorangan atau badan hukum yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah:
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa
yang diperdagangkan;
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah:
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku;
memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi
atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
5. Kalusula Baku dalam Perjanjian
Apabila pelaku usaha melanggar ketentuan mengenai
pencantuman klausul baku, maka sebagai konsekuensi atas pelanggaran tersebut,
berdasarkan Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen klausul baku, apa saja
yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha, pada dokumen atau perjanjian kedua
pihak itu, yang memuat ketetntuan yang dilarang dalam pasal 18 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, dinyatakan batal demi hokum. Hal ini tentunya akan
mengakibatkan klausul baku tersebut, dianggap tidak pernah ada dan tidak
mengikat para pihak, yaitu pelaku usaha dan konsumen, dalam melaksanakan
transaksi perdagangan barang dan atau jasa tersebut. Hal konsumen antara lain
adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan atau jasa.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku
pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak
atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti.
Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha
pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum.
Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan
dengan Undang-undang ini.
6. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam UU
tentang perlindungan kosumen diatur khusus dalam satu bab, yaitu bab VI, mulai
dari pasal 19 samapai dengan pasal 28, dari sepuluh pasal tersebut dapat
dipilah sebagai berikut: 1. Tujuh pasal yaitu 19, 20, 21, 24, 25, 26, dan 29
yang mengatur tentang tangung jawab pelaku usaha. 2. Dua pasal, yaitu pasal 22
dan 28 yang mengatur masalah pembuktian. 3. Satu pasal yang mengatur mengenai
penyelesaian sengketa dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya untuk
memberikan ganti rugi kepada konsumen yaitu terdapat dalam pasal 23. Pada
dasarnya tanggung jawab pelaku usaha menurut UU No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen, terbagi atas: 1. Tanggung jawab produk (product
liability) Menurut Agnes M. Toar tanggung jawab produk diartikan sebagai:
“tanggung jawab para produsen prduk yang dibawanya kedalam peredaran yang
menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk
tersebut, (produk ini diartikan sebagai barang baik barang bergerak maupun
tidak bergerak)”.
Tanggung jawab produk ini bersifat kontraktual (perjanjian)
atau berdsarkan Undang –undang (gugatannya atau berdasarkan Undang –undang (gugatannya
atas dasar perbuatan melawan hukum. 2. Tanggung jawab professional Jika
tanggung jawab produk berkaitan dengan dengan produk barang, maka tanggung
jawab professional adalah tanggung jawab hukum dalam hubungan jasa professional
yang diberikan kepada klien. Sama seperti tanggung jawab produk, sumber
persoalan dalam tanggung jawab professional ini dapat timbul karena mereka
(para penyedia jasa professional) tidak memeuhi perjanjian yang mereka sepakati
dengan klien mereka atau akibat kelalaian penyedia jasa tersebut mengakibatkan
terjadinya perbuatan melawan hukum.
7. Sanksi
Bagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 60
Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat 2 dan
ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.
Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling
banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha
dan/atau pengurusnya.
Pasal 62
Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 1 ayat 1
huruf a, huruf b, huruf c, huruf c, ayat 2, dan Pasal 18 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pelaku usaha yang, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17
ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta
rupiah).
Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62,
dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
perampasan barang tertentu;
pengumuman keputusan hakim;
pembayaran ganti rugi;
perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian konsumen;
kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
pencabutan izin usaha.
SUMBER :